Sedot CO2, Redupkan Matahari Cara Baru Tangani Pemanasan Bumi
DAMPAK rumah kaca yang disebabkan carbon dioksida di angkasa terhadap pemanasan global masih sulit dibendung. Untuk mengurangi pemanasan global para ilmuwan kini berupaya merekayasa iklim untuk menurunkan suhu bumi dengan membangun kipas angin raksasa untuk menyerap karbon dioksida dan melepaskan bahan kimia ke udara untuk meredupkan cahaya matahari.
Langkah yang tergolong berisiko tinggi dan berbiaya besar itu dibutuhkan untuk mencapai sasaran Kesepakatan Paris, tempat ratusan negara bertekad menurunkan pemanasan bumi, gejala penyebab gelombang panas, kenaikan air laut dan ketinggian curah hujan.
Menurut catatan PBB, sasaran Kesepakatan Paris itu tidak akan tercapai hanya dengan menurunkan emisi industri atau kendaraan bermotor, terutama setelah Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian tersebut.
Dengan keadaan itu, ilmuwan mencari cara lain demi menjaga suhu bumi. Di desa dekat Zurich, perusahaan bernama Climeworks mencoba menyerap gas rumah kaca dari udara dengan kipas raksasa yang dibangun dengan biaya sebesar US$23 juta atau lebih dari Rp310 milyar.
Climeworks menghitung bahwa biaya untuk menyerap satu ton karbon dioksida dari udara adalah sekitar US$600 atau sekitar sembilan juta rupiah. Pada saat ini, perusahaan itu hanya bisa menyerap 900 ton karbon dioksida selama satu tahun, atau hanya setara dengan emisi tahunan 45 orang warga Amerika Serikat.
Climeworks menjual gas yang mereka serap kepada para petani sebagai pupuk sejumlah tanaman seperti tomat dan mentimun. Mereka juga bekerja sama dengan Audi, yang berencana menggunakan karbon dari Climeworks sebagai bahan bakar.
Direktur dan pendiri Climeworks, Jan Wurzbacher, mengatakan bahwa pihaknya berambisi memotong biaya serap sampai US$100 per ton. Dia juga menargetkan bisa mengurangi satu persen emisi karbon dalam satu tahun mulai 2025.
"Sejak Kesepakatan Paris, sektor usaha sudah sangat berubah," kata dia, menggambarkan ketertarikan investor untuk menanam modal dalam upaya penanganan perubahan iklim.
Climeworks masih belum bisa mendapatkan keuntungan dari bisnisnya, mengingat produk karbon dioksida konvensional hanya memerlukan biaya US$300 per ton di Swiss, atau sepertiga lebih murah dibanding harus menggunakan metode menyerab karbon dari udara (rumah kaca).
Perusahaan lain yang punya bisnis serupa di antaranya adalah Carbon Engineering di Kanada, Global Thermostat di Amerika Serikat, dan Skytree di Belanda.
Kesepakatan Paris adalah upaya membatasi kenaikan suhu bumi hingga kurang dari dua derajat Celcius, dengan temperatur ideal 1,5 derajat Celcius atau sedikit di atas masa pra-industrial.
Namun, data dari PBB menunjukkan bahwa upaya berpusat pada pengurangan emisi tidak akan cukup, terutama tanpa tekad Amerika Serikat. Dunia harus bisa mencapai "emisi negatif" dengan mengekstrak karbon dari alam.
Upaya lain yang lebih berbahaya adalah meredupkan cahaya matahari untuk mendinginkan planet itu. Universitas Harvard, seperti ditulis Reuters adalah salah satu institusi yang melakukan upaya itu sejak 2016 lalu dan berhasil mengumpulkan sumbangan sebesar US$7,5 juta.
Mereka berencana melakukan percobaan pertama di atas langit Arizona. "Jika kita benar-benar ingin mencapai target 1,5 derajat celcius, maka kita harus bisa merekayasa matahari," kata David Keith dari Harvard. "Ini bukan rekaan ilmiah. Bagi saya, ini adalah ilmu biasa tentang atmosfer," kata dia.
Namun demikian, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa perekayasaan matahari dengan bahan-bahan kimia bisa mempengaruhi pola cuaca dunia dan mengganggu musim hujan. Selain itu, banyak peneliti yang khawatir upaya-upaya baru tersebut bisa menurunkan komitmen utama pengurangan gas emisi--yang merupakan penyebab utama pemanasan global.
Jim Thomas dari ETC Group di Kanada, tokoh penentang rekayasa iklim, mengatakan bahwa penyerapan karbon dari udara bisa menciptakan "ilusi solusi, yang bisa digunakan secara sinis atau naif."(OL-3)
Sumber :http://www.mediaindonesia.com/news/r...umi/2017-07-26
Komentar
Posting Komentar